Lahang

Lahang

Lahang - Kembali Lagi Pada Postingan Kali ini Blog Info-Kita.net Akan Berbagi Informasi Terbaru Khusus Buat Sobat semua yakninya tentang Lahang, semoga bisa Bermanfaat ya Buat Sobat Semua.

Lahang, adalah sebutan yang kukenal sejak kecil dibangku SD. Lahang kukenal sebagai minuman segar pada sore hari di Kota Samarinda. Abah selalu memanggil penjaja lahang yang lewat setiap sore di muka rumah. Segelas lahang akan kami minum berdua seraya berbincang santai. Waktu itu, lahang tidak sulit ditemukan karena hutan aren hampir tumbuh di sepanjang Sungai Pinang hingga Sungai Dama yang membelah kota Samarinda. Malah, penjaja lahang juga banyak tidak saja sore hari namun setiap pagi pun mereka berkeliling kampung dengan teriakan panjang....lahang, lahang.

Kini, 30 tahun sudah perjalanan minuman tradisonal ini tak lagi kunikmati. Karena aku tidak berada di Kota Samarinda dan sekarang tinggal di Kota Banjarmasin. Padahal di sepanjang tepi sungai Andai dan Sungai Basirih kulihat banyak pohon aren sebagai bahan baku lahang, namun pekerjaan ini memang tidak banyak menarik perhatian karena konsumen yang menyukai lahan sudah berkurang - malah tidak ada lagi. Hingga sore minggu aku menemukan seorang penjaja lahang di Kota Bati-Bati, Pelaihari dengan sepeda pancal dan bumbung paring batung terikat di belakang. Aku kenal itu penjaja lahang, ya benar Pak Rasid begitu nama beliau yang ternyata hanya satu-satunya penjaja lahang di desa ini. Aku diajak ke rumah beliau yang terselip diantara perkampungan padat penduduk, rumah panggung sederhana dari kayu dengan dapur yang terpisah serta tempat pengolahan lahang dan gula aren disebelahnya. 

 
Menurut Pak Rasid pekerjaan menyadap pohon aren ini sudah dilakoni selama 20 tahun lebih. Ada yang suka membeli air aren secara langsung yang disebut lahang, namun ada pula yang membeli gula aren yang diolah dari lahang yang dimasak oleh istrinya. Par Rasid tidak mematok harga untuk lahang yang dijualnya - namun aku memperkirakan harga sebotol berukuran 1500 ml adalah 20 ribu rupiah sementara gula aren yang dicetak separo mangkok dijual lima ribu rupiah untuk 3 butirnya. Murah sekali, tidak sebanding dengan berat dan sulitnya menyadap pohon aren dan memasaknya menjadi gula aren. Mungkin inilah sebab pekerjaan menyadap pohon aren untuk mendapatkan lahang jarang dilakoni orang sehingga dianggap tidak banyak keuntungan yang diperoleh. Hal ini juga terlihat dari keseharian Pak Rasid dan keluarga yang hidup sederhana dengan mengisi waktu berjualan makanan setiap pagi hingga siang di pelatar rumah sebagai penyambung keuangan apabila pohon aren tidak lagi bisa disadap setiap hari. 


Rasa manis dengan aroma barbeque begitulah yang kunikmati dari setengah gelas lahang yang disodorkan Pak Rasid sore itu. Aku merasakan kesegaran alami dari hasil olahan bunga jantan pohon aren ini langsung dari bumbung bambu batung yang bertuah telah digunakan selama 20 tahun lebih. Malah, kata Pak Rasid apabila air aren tidak diambil hingga 2 hari akan berubah rasa seperti tuak atau cuka dan aroma seperti ini juga banyak yang membeli. Dari sebuah bumbung bambu batung diperoleh setengah ember berukuran kecil dan ketika dialihkan menjadi 2 botol ukuran 1500 ml. Khasiatnya apa.... menurut Pak Rasid selain pelepas dahaga dan menghangatkan tubuh juga dapat melancarkan buang air kemih dan pengobatan penyakit kuning (lever). Sayangnya, tak banyak yang mau melakoni pekerjaan ini sehingga manfaat herbal yang dirasakan juga beralih pada pengobatan kimiawi. Lahang, begitu jauh aku harus menikmati sensasinya kini.


Sumber

Demikianlah informasi yang dapat Info-Kita.net sampaikan. Semoga bermanfaat dan Beguna Hendaknya Buat anda semua pengunjung Blog Ini. dan Terima kasih kepada Sobat Semua yang telah membaca artikel Lahang